"Anak Muda Adalah Cabang Kegilaan"
Di tengah rutinitas dunia kerja yang tak lagi menantang, tidak ada salahnya menjawab tantangan anak muda bernama Lukman untuk mengelilingi sebatik kedua kalinya dalam waktu kurang dari 12 jam. Saya berpikir ini bisa dilakukan mengingat catatan waktu kami sebelumnya yang tidak terlalu buruk dan kemungkinan besar bisa ditingkatkan. Untuk memanaskan tantangan, Saya sengaja tidak meliburkan praktek sore agar ada motivasi ngebut di jalan hingga waktunya tepat bertemu dengan klien tersayang. Entah apa yang ada di pikiran anak muda ini, tugas kita-kita sebagai orang tua adalah membantu anak muda mencapai tujuannya, ini kenapa saya ikut.
Hiruk pikuk pemilihan umum sehari sebelumnya (17/04) tidak mempengaruhi perjalanan kami kali ini. Pulau Sebatik masih menjadi lokasi favorit kami melatih mental bersepeda. Berbeda dengan 2 tahun lalu di mana rute dibagi 2 hari sehingga kami menginap di Sei Pancang (http://senoajisketsa.blogspot.com/2017/04/gowes-cantik-di-sebatik-hari-1.html), kali ini kami merangkumnya dalam belasan jam saja mulai dari titik start hingga pulang ke rumah
Pulau Sebatik terletak di utara pulau Nunukan tempat kami tinggal. Jaraknya sekitar 6 kilometer menyebrangi selat. Kami pernah menjelajahi pulau ini dengan sepeda April 2017 lalu, start mulai dari pelabuhan Bambangan ke arah Selatan. Kali ini kami membalik rute start dari Bambangan lalu ke Utara menyusuri perbatasan Indonesia- Malaysia.
Saya bersama Lukman mencoba menyelesaikannya, mungkin ini yang pertama kali dilakukan dengan sepeda touring.
Karena prediksi perjalanannya sehari, persiapan tidak sebanyak 2 tahun lalu. Sepeda yang digunakan juga berbeda, karena targetnya kecepatan, sepeda besi ringan (CRMO_) dengan kelenturan baik seperti Suzuki tech1000 menjadi pilihan. Persiapan dilakukan mulai mengganti pedal dan ban yang memiliki rolling resistance rendah, menyiapkan peralatan seperlunya serta makanan. Tekanan darah diukur untuk melihat layak tidaknya kondisi tubuh untuk perjalanan.
Perjalanan dimulai pukul 06.38 start dari pelabuhan kayu Tunon Taka, Speed boat yang membawa kami hanya memerlukan waktu 15 menit untuk menyeberang, Sarapan dilakukan di jalan dengan bekal yang kami bawa.
Ada hal yang menarik saat mengawali perjalanan. kami sama-sama menemukan bahwa sebetulnya sepeda kami tidak layak pakai. Bunyi berderik yang tadinya saya pikir berasal dari pedal ternyata berasal dari bottom bracket, sedangkan Lukman sendiri menemukan Rear Deraillure belakangnya sulit berpindah ke gir terbesar menyebabkan kesulitan saat menanjak.
daratan Pulau Nunukan dilihat dari Sebatik |
Sebatik memiliki kontur geografis yang unik. Di etape pertama sisi utara pulau letak perbatasan Indonesia-Malaysia jalur sepanjang 29km dari Bambangan ini langsung disuguhi jalanan naik turun. tercatat di software pencatat jarak kami elevasi setinggi 1900an meter di atas permukaan laut. Ini sangat menguras tenaga.
Jalanan yang dikabarkan putus telah diperbaiki |
kecepatan maksimal sebelum puncak bukit keramat |
11.20 kami tiba di Tugu Garuda Perkasa yang legendaris itu, Cuma satu di Indonesia. Untuk jarak 28 km ini kami menghabiskan waktu 4jam 45 menit hanya untuk sampai Sei Pancang. Setelah makan sejenak dan beristirahat, kami melanjutkan perjalanan dan Sholat dhuhur di Sei Taiwan. Sempat terpisah karena mesjid yang saya pikir sei Taiwan salah sebut menjadi Mesjid di jalan masuk Pantai Marina. Setelah melakukan regrup, rute sepanjang 20km membelah kebun-kebun sawit makin meningkatkan potensi dehidrasi. Setidaknya menghabiskan 3 botol air mineral besar hingga sampai di titik ini mulai dari Bambangan.
Suasana memasuki Kota Sebatik |
Alexis KW2 |
Aji Kuning |
jalan antara Ajikuning dengan Sei Taiwan |
"Sebatik adalah area di mana manusia tidak butuh penis untuk pipis. 3 botol besar air mineral itu sukses hanya keluar lewat keringat"
perkebunan sawit di sisi timur pulau Sebatik |
14.50 kami sampai di area Desa Setabu, Udara masih panas meski matahari mulai condong di balik pepohonan pinggir jalan yang tidak terlalu banyak.
16.30 kami tiba di Pelabuhan Mantikas. ide pulang lewat bambangan tampaknya kurang realistis mengingat jaraknya bisa memakan waktu 1 jam lagi dan kepastian mendapatkan speedboat di waktu senja kurang menjanjikan.
tiket di pelabuhan ini seharga Rp 20.000,- / orang, Sepeda tidak ditarik bayaran, tapi motor harus membayar biaya tambahan sebesar Rp 10.000,-. Kapal kayu "Dompeng" itu bermesin diesel 1 silinder, dinamai dompeng karena rata2 di mesinnya tertulis merek mesin : "dong Feng".
Karena sore hari kami baru menaiki perahu, ombak demikian tinggi, tidak banyak pilihan tempat duduk yang nyaman di situasi begini. Duduk paling belakang mingkin tidak terpengaruh guncangan ombak, tapi puas menghirup asap diesel dan asap rokok penumpang yang umumnya merokok di luar. Di dalam bagaimanapun terindung panas, meski bau asap tidak terlalu menyengat, ombak yang menghantam lambung depan lebih terasa. well it's a SH*T transportation and we had no choice.
18.20 Selalu ada ruang buat nasi padang
Keliling sebatik bukan perjalanan yang sempurna, namun tingkat kesulitan medan dan pengaturan waktu selama di perjalanan sambil mengatur tenaga adalah seni perjalanan yang sulit dilakukan tanpa kerjasama yang baik. Belum ada cara terbaik merayakan kesehatan dengan cara mengujinya baik secara mental maupun fisik selain dengan touring jarak jauh.
Semoga nikmat sehat dan sempat kembali menghampiri untuk melakukan perjalanan berikutnya.