Friday, June 3, 2016

gowes Bandung - Pangandaran

Perjalanan dengan sepeda jarak jauh seringkali memberikan berbagai pengalaman berharga pada pelakunya. Bermula dari gambar yang sering dishare teman gowes saya dari Bandung, om Bambang Sujatno (60), tentang lokasi gowes yang menurut saya tidak biasa karena seringkali menampilkan lokasi-lokasi pegunungan dan pantai (utamanya pantai selatan jawa barat) yang terkenal dengan eksotisme pemandangan di sepanjang jalan. Dalam beberapa hal cara beliau dan grupnya menikmati olahraga ini serupa dengan saya: menikmati perjalanannya tanpa memperdulikan kualitas tempat tujuannya.
Kali ini perjalanan dilakukan selama 3 hari mulai tanggal 30mei hingga 2 juni. Lokasi ditempuh diperkirakan sejauh 300an kilometer yang dibagi menjadi 3 etape. Menggunakan bus saya berangkat menuju dari Jakarta Bandung dengan harga tiket 60000. Perjalanan ditempuh sekitar 5 jam hingga tiba di rumah beliau. Untuk alasan praktis, beliau melarang membawa sepeda, dan sebagai gantinya sebuah sepeda (yang belakangan saya namai "Marianne") dipinjamkannya untuk trip istimewa ini.

Etape 1 hari pertama ditargetkan menuju Garut (melewati gunung Guntur dan Papandayan). Perjalanan dilakukan menyusuri sebuah sungai menuju Majalaya, agak memutar menurut beliau tapi kami memang berniat menghindari padatnya lalulintas a la Bandung di hari kerja. Dari kota Bandung ke cicalengka akan disuguhi pemandangan berupa sawah dan keramahtamahan ala penduduk lokal kabupaten Bandung. Seolah berlawanan dengan kota Bandung, kabupaten Bandung tampak lebih asri dan tertata secara tradisional seolah berada di era 80an. Mulai dari Cicalengka, kontur jalan mulai terasa menanjak "halus". Untuk kenyamanan gowes, para pegowes dipersilahkan mengembangkan kecepatan sesuai kemampuannya hingga berhenti pada titik yang disepakati.

Pesepeda yang sebagian besar didominasi bapak-bapak berusia lanjut ini tergolong tangguh dalam menjaga ritme kayuhan dan kecepatan. Umur yang dikompensasi pengalaman bertahun mengayuh di kota Bandung yang terkenal dengan kontur jalanan berbukit-bukit.

Dari kiri ke kanan: om Bambang, Om Beni, om zul, om Agus, dan saya sendiri
foto oleh Deni Kustaman

Foto Deni Kustaman


Om Bambang (60), om Beny (60), om Agustino (62), om Tito (59), om Muji (56), om Deny (55), om Luki (54), dan om Zul (60). Mereka ditemani om Dadan seorang mekanik handal yang sangat berpengalaman dengan sepeda tipe klasik. Etape 1 dari Cipanas Garut/ Tarogong menanjak agak berat hingga Kec Samarang, utk selanjutnya hingga kec Cikajang relatif agak mendatar. Berakhir di kecamatan Cikajang kab. Garut dengan total jarak tempuh 99km. Kami tiba pada pukul 21.00. Udara cukup dingin di ketinggian 1700 mdpl.
Syahril, teman federalis yang menjamu kami di Cikajang

Setelah disuguhi pemandangan indah sepanjang Bandung-Cikajang, etape kedua dilanjutkan menuju Cipatujah, sebuah kecamatan di pesisir selatan Jawa Barat dengan kontur jalan cenderung menurun menuju Pamengpeuk. Sebagian besar dari kami seolah berlomba mengembangkan kecepatan dimanjakan dengan aspal hotmix di jalanan menurun sepanjang hampir 25km menuju Pamengpeuk.







Cukup menegangkan tercatat di strava kecepatan maksimal 52km/h di jalanan menurun. Cukup luar biasa untuk sepeda. Perjalanan terhenti untuk beristirahat di sebuah mesjid 39km dari cikajang pada pukul 13.20 hingga matahari agak teduh agar tidak terasa menyengat saat melintasi pantai selatan. Dilanjutkan melintasi Miamare, di mana di tempat ini terdapat rumah makan sederhana Balebat yang menyajikan lalapan ayam yang lezat. Sambal istimewanya luar biasa, kesempatan mengenyangkan diri sebelum memasuki hutan Sancang yang seram.

Setelah cukup beristirahat kami disuguhi trek lurus hingga Cipatujah.  Sebagai pimpinan grup, om Bambang sangat memperhitungkan kenyamanan perjalanan di trip ini. Peserta touring meski lelah tapi tidak tampak kelelahan. Bahkan sepanjang jalan grup ini sering bersenda gurau dan mengobrol bahkan di jalanan menanjak. Ini sulit saya lakukan krn tentu akan melelahkan, apa boleh buat, diikuti saja :). Perjalanan berlanjut hingga malam hari menuju Cipatujah hingga pukul 21.20 dengan kecepatan tinggi.
Beristirahat semalam di cipatujah cukup nyenyak. Jalur yang walaupun tidak banyak tanjakan cukup menyita tenaga karena harus konsentrasi tinggi di turunan juga di kecepatan tinggi di malam hari. Absennya lampu sepeda dan lampu jalanan membuat saya harus ketat menempel barisan.
Memulai perjalanan etape 2 dari Cipatujah

Pagi harinya perjalanan berlanjut menuju pantai Pamayang sari, sekitar 10 km dari cipatujah. Sajian ikan kakap merah kuah dan bakar menahan kami untuk beristirahat karena kekenyangan. Alih2 ini ternyata trik om Bambang lagi karena Rute yang tergolong sangat panas, matahari bersinar cerah membuat beliau membuat pengaturan istirahat siang yang agak lama dan dilanjutkan goees menyusuri rute "Arizona" (sebutan beliau untuk rute yang ganas panasnya ini) menuju Pangandaran.
Mercusuar di pantai Pamayangsari






 Sepanjang perjalanan rute cenderung datar, diwarnai suasana mirip gurun, hutan, dan persawahan ditemani suara deburan ombak pantai selatan memberikan suasana berkabut percikan air garam laut sepanjang jalan pantai selatan yang lengang. Jalur lintas propinsi ini hanya sesekali dilewati truk kecil dan mobil sehingga relatif lebih aman dari rute sebelumnya.









Perjalanan berakhir di pangandaran, dilanjutkan loading dengan pick-up menuju pool bus Budiman untuk naik bus menuji cileunyi Bandung. Seperti yang disinggung dalam awal narasi, banyak pengalaman berharga yang dapat diambil dalam tour kali ini, interaksi humanis yang terjadi sepanjang perjalanan memberi makna baru bagi saya atas frase kebersamaan.

"Di lingkungan pesepeda ini, Merk sepeda dan perlengkapannya bukan merupakan hal penting. Orangnya asik ga? Itu yg penting agar perjalanan bersepada kami betul-betul menyenangkan", ujar om Bambang.
Bersepeda bukan lagi persoalan tentang merek dan parts sepeda, atau soal seberapa kuat dan cepat kita mengayuh, tapi tentang memperkuat rantai/link yang lemah. Dengan begini kekuatan kelompok akan lebih baik, terasa menyenangkan, serta dapat menekan rasa tegang akibat kelelahan serta tentu saja kembali ke manfaat utama bersepeda yakni mencapai sehat jasmani dan rohani

Penulis: Seno aji w, Nara sumber: Bambang S.